MENELADANI KISAH
FATIMATUZZAHRA DAN UWAIS AL QARNI
Di susun oleh:
Nabila Sukma Putri
XI-MIA3
A. Fatimatuzzahra
1.
Riwayat hidupnya
Fatimatuzzahra adalah putri Nabi
Muhammad Saw dan Khadijah. Fatimah sangat terkenal di dunia Islam, karena
hidupnya paling dekat dan paling lama dengan Rasulullah Saw. Rasulullah sendiri
sangat menyayanginya. Dari dialah keturunan Nabi Saw berkembang dan tersebar di
hampir seluruh negeri Islam. Fatimah dilahirkan di Makkah pada tanggal 20
Jumadil Akhir, 18 tahun sebelum Nabi Saw hjirah. Dia adalah putri bungsu
Rasulullah Saw. setelah berturut-turut Zainab, Ruqayyah, dan Ummu Kulsum. Saudara laki-lakinya yang tertua, Qasim dan Abdullah meninggal dunia pada usia muda. Kehidupan Fatimah dibagi ke dalam dua periode, masa kanak-kanak di
Makkah dan masa remaja serta masa dewasa di Madinah. Pada periode masa
kanak-kanak di Makkah, keluarganya hidup dalam keadaan menyedihkan, banyak tekanan dan
penyiksaan, karena pada masa itulah babak baru perjuangan Rasulullah Saw. Pada periode
remaja dan dewasa di Madinah, sebagai putri pimpinan kota Madinah, Fatimah
tinggal di pusat kota yang paling berpengaruh. Fatimah telah memperkaya sejarah
wanita selama masa itu.
2.
Kehidupan bersama Ali bin Abi
Thalib
Pintu hati Ali terketuk
pertama kali saat Fatimah dengan sigap membasuh dan mengobati luka ayahnya,
Muhammad SAW yang luka parah karena berperang. Dari situ, dia bertekad untuk
melamar putri nabi. Lantas dengan tekun dia kumpulkan uang untuk membeli mahar
dan mempersunting Fatimah. Malang, belum genap uang Ali untuk membeli Mahar,
sahabat nabi abi Abu Bakar sudah terlanjur melamar Fatimah. Hancur lah hati
Ali, namun dia sadar diri kalau saingan ini punya kualitas iman dan Islam yang
jauh lebih tinggi dari dirinya. Walau dikenal sebagai pahlawan Islam yang gagah
berani, Ali dikenal miskin. Hidupnya dihabiskan untuk berdakwah di jalan Allah.
Namun mendung seakan sirna saat Ali mendengar Fatimah menolak lamaran Abu
Bakar.
Tapi keceriaan Ali kembali
sirna saat orang dekat nabi lainnya, Umar Bin Khatab meminang Fatimah.
Lagi-lagi Ali hanya bisa pasrah karena dia tidak mungkin bersaing dengan Umar
yang gagah perkasa. Tapi takdir kembali berpihak kepadanya. Umar mengalami
nasib serupa dengan Abu Bakar.
Tapi saat itu Ali belum berani
mengambil sikap, dia sadar dia hanya pemuda miskin. Bahkan harta yang dia
miliki hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar
untuk makannya. Kepada Abu Bakar As-Siddiq, Ali mengatakan, "Wahai Abu Bakar, anda telah membuat hatiku goncang
yang sebelumnya tenang. Anda telah mengingatkan sesuatu yang sudah kulupakan.
Demi Allah, aku memang menghendaki Fatimah, tetapi yang menjadi penghalang
satu-satunya bagiku ialah kerana aku tidak mempunyai apa-apa."
Abu Bakar terharu dan mengatakan, "Wahai Ali, janganlah engkau berkata seperti itu. Bagi
Allah dan Rasul-Nya, dunia dan seisinya ini hanyalah ibarat debu-debu
bertaburan belaka!"
Mendengar jawaban Abu Bakar, kepercayaan diri Ali
kembali muncul untuk melamar gadis pujaannya saat teman-temannya sudah
mendorong agar Ali berani melamar Fatimah.
Dengan ragu-ragu dia menghadap Rasulullah. Dari
hadist riwayat Ummu Salamah diceritakan bagaimana proses lamaran tersebut.
"Ketika
itu kulihat wajah Rasulullah nampak berseri-seri. Sambil tersenyum baginda
berkata kepada Ali bin Abi Talib, 'Wahai Ali, apakah engkau mempunyai suatu
bekal mas kawin?"
"Demi
Allah," jawab Ali bin Abi Talib dengan terus terang,
"Engkau sendiri mengetahui
bagaimana keadaanku, tak ada sesuatu tentang diriku yang tidak engkau ketahui.
Aku tidak mempunyai apa-apa selain sebuah baju besi, sebilah pedang dan seekor
unta."
"Tentang
pedangmu itu," kata Rasulullah menanggapi jawaban Ali bin
Abi Talib, "Engkau tetap
memerlukannya untuk meneruskan perjuangan di jalan Allah. Dan untamu itu engkau
juga perlu untuk keperluan mengambil air bagi keluargamu dan juga engkau
memerlukannya dalam perjalanan jauh. Oleh karena itu, aku hendak menikahkan
engkau hanya atas dasar mas kawin sebuah baju besi saja. Aku puas menerima
barang itu dari tanganmu. Wahai Ali, engkau wajib bergembira, sebab Allah
sebenarnya sudah lebih dahulu menikahkan engkau di langit sebelum aku
menikahkan engkau di bumi". Demikianlah riwayat yang
diceritakan Ummu Salamah r.a.
Setelah segala-galanya siap,
dengan perasaan puas dan hati gembira, dan disaksikan oleh para sahabat,
Rasulullah mengucapkan kata-kata ijab kabul pernikahan puterinya, "Bahwasanya Allah SWT memerintahkan aku supaya
menikahkan engkau Fatimah atas mas kawin 400 dirham (nilai sebuah baju besi).
Mudah-mudahan engkau dapat menerima hal itu."
Maka menikahlah Ali dengan
Fatimah. Pernikahan mereka penuh dengan hikmah walau diarungi di tengah
kemiskinan. Bahkan disebutkan Rasulullah sangat terharu melihat tangan Fatimah
yang kasar karena harus menepung gandum untuk membantu suaminya. Dan dari
pernikahan tersebut melahirkan Hasan dan Husein.
3.
Keistimewaan Fatimatuzzahra
A. Fatimah
Az-Zahra Merupakan Bagian dari Jiwa Rasulullah
Dalam hadis riwayat Muslim No.4482,
Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya bani Hisyam bin Al Mughirah meminta izin
kepadaku untuk menikahkan anak mereka dengan Ali bin Abu Thalib maka aku tidak
mengizinkan mereka, kemudian mereka minta izin lagi, akupun tetap tidak
mengizinkan mereka, kemudian mereka meminta izin lagi, dan tetap tidak aku
izinkan, kecuali jika Ali ingin mentalak anakku (Fatimah) kemudian menikahi
anak mereka. Karena sesungguhnya anakku adalah bagian dariku. Orang yang telah
menghinakannya maka akan menghinakanku pula. Dan orang yang menyakitinya,
berarti menyakitiku pula.” Dalam hadis riwayat Muslim No.4483, Rasulullah
bersabda, “Sesungguhnya Fatimah adalah bagian dari dagingku, apabila ada
sesuatu yang menyakitinya maka akan membuatku sakit pula.” Dalam hadis riwayat
Muslim No.4484, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Fatimah adalah bagian
dariku. Sesungguhnya aku takut terjadi fitnah pada agamanya…” Dalam hadis
riwayat Muslim No.4485, Rasulullah bersabda, “…Sesungguhnya Fatimah binti Muhammad
adalah darah dagingku. Oleh karena itu, saya tak suka apabila orang-orang
memfitnahnya…”
B. Kemurkaan
Fatimah Az-Zahra adalah Kemurkaan Rasulullah dan Kemurkaan Allah
Dalam hadis riwayat Bukhari dalam
Shahih Bukhari kitab nikah bab Dzabb ar-Rajuli, Rasulullah bersabda, “Fatimah
adalah sebahagian daripadaku; barangsiapa ragu terhadapnya, berarti ragu
terhadapku, dan membohonginya adalah membohongiku.”
Dalam hadis riwayat Bukhari dalam
Shahih Bukhari Kitab Bad’ul Khalq bab Manaqib Qarabah, Rasulullah bersabda,
“Fathimah adalah bahagian dariku, barangsiapa yang membuatnya marah, membuatku
marah!”
C. Pemimpin
Wanita
Dalam hadis Sahih Bukhari jilid
VIII, Sahih Muslim jilid VII, Sunan Ibnu Majah jilid I halaman 518 , Musnad
Ahmad bin Hanbal jilid VI halaman 282, Mustadrak Al Hakim jilid III halaman
156, Aisyah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Wahai Fatimah, tidakkah
anda puas menjadi sayyidah dari wanita sedunia (atau) menjadi wanita tertinggi
dari semua wanita dari umat ini atau wanita mukmin.”
Dalam hadits shahih riwayat Ahmad,
Thabrani, Hakim, Thahawi Shahih Al Jami’As Saghir no 1135 dan silsilah al
hadits Al Shahihah no 1508, Rasulullah bersabda, “ Wanita penghuni Surga yang
paling utama adalah Khadijah binti
Khuwailid, Fatimah binti Muhammad, Maryam binti Imran, dan Aisyah binti
Mahazim yang kita ketahui sebagai istri dari Firaun. Hadis riwayat Al Bukhari
dalam kitab Al Maghazi, Rasulullah bersabda kepada Fatimah “Tidaklah Engkau
senang jika engkau menjadi penghulu bagi wanita seluruh alam.”
D. Penghuni
Surga
Hadis riwayat Al Hakim dalam Al
Mustadrak dengan sanad hasan, Ada
malaikat yang datang menemui Rasulullah dan berkata “ Sesungguhnya
Fatimah adalah penghulu seluruh wanita di dalam surga.”
Keutamaan Fatimah bukanlah hanya
karena beliau adalah putri dari Rasulullah semata, tetapi juga keutamaan dan
kemuliaan beliau memang ditunjang beberapa hal penting seperti kemuliaan akhlak
yang mulia, ilmu pengetahuan yang tinggi, kesederhanaan, kezuhudan, dan
ketegaran hati.
4. Teladan yang
dapat kita ambil
Kehidupan rumah tangga Fatimah sangatlah sederhana.
Bahkan sering juga kekurangan, sehingga beberapa kali harus menggadaikan
berang-barang keperluan rumah tangga mereka untuk membeli makanan.
Sampai-sampai kerudung Fatimah pernah digadaikan kepada Yahudi Madinah untuk
memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka . Namun demikian, mereka tetap saja
bahagia, lestari sebagai suami istri sampai akhir hayat.
Memang nabi Muhammad Saw. sangat sayang kepada
Fatimah. Sewaktu Nabi Saw sakit keras menjelang wafatnya, Fatimah tiada henti menangis. Nabi Saw memanggilnya dan berbisik kepadanya, tangisannya makin
bertambah. Kemudian Nabi Saw berbisik lagi, dan ia pun tersenyum. Kemudian hal tersebut
ditanyakan kepada Fatimah. Dia manjawab bahwa dia menangis karena ayahnya
memberitahukan kepadanya bahwa tak lama lagi ayahnya akan meninggal, tetapi
kemudian ia tersenyum karena, seperti kata ayahnya, dialah yang pertama yang
akan memjumpainya di akhirat nanti .
Fatimah
adalah seorang wanita yang agung, seorang ahli hukum Islam. Dari Fatimah inilah banyak diriwayatkan hadis Nabi Saw. Dialah tokoh perempuan dalam bidang
kemasyarakatan. Orangnya sangat sabar dan bersahaja, akhlaknya sangat mulia.
5. Kesimpulan
Fatimatuzzahra
adalah sesosok wanita Shalihah yang mempunyai akhlak yang begitu mulia serta
mempunyai ilmu pengetahuan yang luas, mempunyai sifat yang begitu sederhana dan
mempunyai hati yang begitu tegar dan Fatimatuzzahrah juga memberikan teladan,
sebagai seorang wanita yang selalu mendukung perjuangan ayahnya dan suaminya. Walaupun anak seorang yang sangat disegani namun, Fatimah
tidak pernah sombong. Ia adalah seorang istri yang sangat sederhana
hidupnya tanpa banyak menuntut pada suaminya.hal hal inilah yang membuat Fatimah
sangat lah mulia serta menjadi panutan bagi semua umat manusia , semoga kita
sebagai wanita bisa mengambil teladan yang baik dari Fatimah dan menjadi
Fatimah di era yang sangat modern ini semoga tertanam selalu sifat
kesedarhanaan seperti Fatimatuzzahra, aamiin.....
B. Uwais Al-Qarni
1.
Riwayat hidup singkat
Uwais
al-Qarni adalah salah seorang penduduk Yaman, aeran Qarn dari kabilah Murad.
Ayahnya sudah tiada dan dia hidup bersama ibunya dan sangat berbakti kepadanya.
Uwais al-Qarni pernah mengidap penyakit kusta, lau berdoa kepada Allah swt lalu
diberi kesembuhan, tetapi masih ada bekas sebesar dirham di kedua
lengannya. Menurut keterangan, Nabi Muhammad saw mengatakan bahwa Uwais
al-Qarni adalah pemimpin para tabi’in.
Suatu ketika
Nabi Muhammad saw berkata kepada Umar bin Khattab, “Jika kamu bisa
meminta kepadanya untuk memohonkan ampun kepada Allah swt untukmu, maka
lakukanlah!”
Ketika Umar
bin Khattab telah menjadi Amirul Mukminin, dia bertanya kepada para
jamaah haji dari Yaman di Baitullah pada musim haji, “Apakah di antara warga
kalian ada yang bernama Uwais al-Qarni?” Mereka menjawab, “ada”. Umar
kemudian bertanya lagi, “Bagaimana keadaannya ketika kalian meninggalkannya?”
Mereka menjawab tanpa mengetahui derajat Uwais, “Kami meninggalkannya dalam
keadaan miskin harta benda dan pakaiannya usang.”
Umar bin Khattab berkata
kepada mereka, “Celakalah kalian. Sungguh, Rasulullah saw pernah
bercerita tentangnya. Kalau dia bisa memohonkan ampun untuk kalian,
lakukanlah!”
Dan setiap tahun Umar binn Khattab selalu menanti Uwais. Dan kebetulan suatu ketika dia datang bersama jamaah haji
dari Yaman, lalu Umar menemuinya. Dia hendak memastikannya terlebih dahulu,
makanya dia bertanya, “Siapa namamu?” Orang itu menjawab, “namaku Uwais.”
Umar melanjutkan pertanyaannya, “Di Yaman
daerah mana?” Dia menjawab, “Dari Qarn.” Umar bertanya lagi, “dari kabilah mana?” Dia
menjawab, “Dari kabilah Murad.” Umar bin Khattab bertanya lagi, “Bagaimana
ayahmu?” “Ayahku telah meninggal dunia. Saya hidup bersama ibuku,” jawabnya. Umar melanjutkan, “Bagaimana
keadaanmu bersama ibumu?” Uwais berkata, “Saya berharap dapat berbakti
kepadanya.” Lalu Umar bertanya lagi, “Apakah engkau pernah sakit
sebelumnya?” Uwais menjawab, benar, saya pernah terkena penyakit kusta,
lalu saya berdoa kepada Allah swt dan saya diberi kesembuhan.” Umar bertanya lagi, “Apakah masih ada bekas dari penyakit tersebut?” Dia
menjawab, “di lenganku masih ada bekas sebesar dirham.” Dia memperlihatkan lengannya
kepada Umar. Ketika Umar bin Khattab
melihat hal tersebut, maka dia langsung memeluknya seraya berkata,
“Engkaulah orang yang diceritakan oleh Rasulullah saw.
Mohonkanlah ampun kepada Allah swt untukku!”
Uwais berkata, “Masa saya memohonkan ampun untukmu wahai Amirul Mukminin?” Umar bin Khattab menjawab, “ya, benar.” Umar radhiyallahu ‘anhu meminta dengan terus mendesak kepadanya sehingga
Uwais memohonkan ampun untuknya. Selanjutnya Umar radhiyallahu ‘anhu bertanya
kepadanya mengenai ke mana arah tujuannya setelah musim haji. Dia menjawab,
“Saya akan pergi ke kabilah Murad dari penduduk Yaman ke Irak.” Umar berkata,
“Saya akan kirim surat ke walikota Irak mengenai kamu?” Uwais berkata, “Saya
bersumpah kepada Anda wahai Amriul Mukminin agar engkau tidak melakukannya.
Biarkanlah saya berjalan di tengah lalu lalang banyak orang tanpa dipedulikan
orang.”
2.
Teladan yang dapat kita ambil
Uwais al-Qarni sosok pribadi yang sangat sederhana. Hidupnya tidak
bergelimang engan harta. Ujian hidup yang dialami diterima dengan ikhlas dengan
tetap tidak meninggalkan usaha dan kerja keras untuk keluar dari ujian itu.
Termasuk ketika diuji penyakit kusta oleh Allah swt.
Uwais al-Qarni juga figur yang sangat hormat dan taat kepada ibunya.
Sebagian hidupnya digunakan untuk merawat dan mendampingi ibu yang sangat
disayangi. Walaupun ia mendapat perhatian sanga penguasa waktu itu yaitu Umar
bin Khattab, tetapi Uwais al-Qarni tidak memanfaatkan fasilitas dan kesempatan
tersebut untuk bersenang-senang. Justru Uwais al-Qarni tidak mau diperlakukan
istimewa, justru sebaliknya dia ingin diperlakukan sama dengan rakyat yang lain.
3. Keistimewaan Uwais Al Qarni Dimata Rasulullah
“Belum dikatakan berbuat baik
kepada Islam, orang yang belum berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang
tuanya.” Syaikhul Jihad Abdullah Azzam
Di Yaman, tinggallah seorang
pemuda bernama Uwais Al Qarni yang berpenyakit sopak. Karena penyakit itu
tubuhnya menjadi belang-belang. Walaupun cacat tapi ia adalah pemuda yang saleh
dan sangat berbakti kepada ibunya, seorang perempuan wanita tua yang lumpuh.
Uwais senantiasa merawat dan memenuhi semua permintaan ibunya. Hanya satu
permintaan yang sulit ia kabulkan
“Anakku, mungkin Ibu tak lama
lagi akan bersamamu. Ikhtiarkan agar ibu dapat mengerjakan haji,” pinta sang
ibu.
Mendengar ucapan sang ibu, Uwais
termenung. Perjalanan ke Mekkah sangatlah jauh, melewati padang tandus yang
panas. Orang-orang biasanya menggunakan unta dan membawa banyak perbekalan.
Lantas bagaimana hal itu dilakukan Uwais yang sangat miskin dan tidak memiliki
kendaraan?
Uwais terus berpikir mencari
jalan keluar. Kemudian, dibelilah seekor anak lembu, kira-kira untuk apa anak
lembu itu? Tidak mungkin pergi haji naik lembu. Uwais membuatkan kandang di
puncak bukit. Setiap pagi ia bolak-balik menggendong anak lembu itu naik turun
bukit. “Uwais gila… Uwais gila..” kata orang-orang yang melihat tingkah laku
Uwais. Ya, banyak orang yang menganggap aneh apa yang dilakukannya tersebut.
Tak pernah ada hari yang
terlewatkan ia menggendong lembu naik-turun bukit. Makin hari anak lembu itu
makin besar, dan makin besar pula tenaga yang diperlukan Uwais. Tetapi karena
latihan tiap hari, anak lembu yang membesar itu tak terasa lagi.
Setelah 8 bulan berlalu,
sampailah pada musim haji. Lembu Uwais telah mencapai 100 kilogram, begitu juga
otot Uwais yang makin kuat. Ia menjadi bertenaga untuk mengangkat barang.
Tahukah sekarang orang-orang, apa maksud Uwais menggendong lembu setiap hari?
Ternyata ia sedang latihan untuk menggendong ibunya.
Uwais menggendong Ibunya berjalan
kaki dari Yaman ke Makkah! Subhanallah, alangkah besar cinta Uwais pada ibunya
itu. Ia rela menempuh perjalanan jauh dan sulit, demi memenuhi keinginan
ibunya.
Uwais berjalan tegap menggendong
ibunya wukuf di Ka’bah. Ibunya terharu dan bercucuran air mata telah melihat
Baitullah. Di hadapan Ka’bah, ibu dan anak itu berdoa.
“Ya Allah, ampuni semua dosa
ibu,” kata Uwais.
“Bagaimana dengan dosamu?” tanya
sang Ibu keheranan.
Uwais menjawab, “Dengan
terampuninya dosa ibu, maka ibu akan masuk surga. Cukuplah ridha dari ibu yang
akan membawaku ke surga.”
Itulah keinginan Uwais yang tulus
dan penuh cinta. Allah subhanahu wata’ala pun memberikan karunia untuknya.
Uwais seketika itu juga sembuh dari penyakit sopaknya. Hanya tertinggal bulatan
putih ditengkuknya. Tahukah kalian apa hikmah dari bulatan disisakan di
tengkuknya Uwais tersebut? Ituah tanda untuk Umar bin Khaththab dan Ali bin Abi
Thalib, dua sahabat Rasulullah untuk mengenali Uwais
Beliau berdua sengaja mencari di
sekitar Ka’bah karena Rasulullah berpesan, “Di zaman kamu nanti akan lahir
seorang manusia yang doanya sangat makbul. Kalian berdua, pergilah cari dia.
Dia akan datang dari arah Yaman, dia dibesarkan di Yaman.”
“Sesungguhnya Allah mengharamkan
atas kamu durhaka pada ibu dan menolak kewajiban, dan meminta yang bukan
haknya, dan membunuh anak hidup-hidup, dan Allah, membenci padamu banyak
bicara, dan banyak bertanya, demikian pula memboroskan harta (menghamburkan
kekayaan).” (HR Bukhari dan Muslim)
Uwais Al Qarni pergi ke Madinah
Setelah menempuh perjalanan jauh,
akhirnya Uwais Al Qarni sampai juga di kota Madinah. Segera ia mencari rumah
Nabi Muhammad. Setelah ia menemukan rumah Nabi, diketuknya pintu rumah itu
sambil mengucapkan salam, keluarlah seseorang seraya membalas salamnya. Segera
saja Uwais Al Qarni menyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata Nabi
tidak berada di rumahnya, beliau sedang berada di medan pertempuran. Uwais Al
Qarni hanya dapat bertemu dengan Siti Aisyah r.a., istri Nabi. Betapa kecewanya
hati Uwais. Dari jauh ia datang untuk berjumpa langsung dengan Nabi, tetapi
Nabi tidak dapat dijumpainya.
Dalam hati Uwais Al Qarni
bergejolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi dari medan perang. Tapi
kapankah Nabi pulang? Sedangkan masih terniang di telinganya pesan ibunya yang
sudah tua dan sakit-sakitan itu,agar ia cepat pulang ke Yaman, “Engkau harus
lepas pulang.”
Akhirnya, karena ketaatanya
kepada ibunya, pesan ibunya mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk
menunggu dan berjumpa dengan Nabi. Karena hal itu tidak mungkin, Uwais Al Qarni
dengan terpaksa pamit kepada Siti Aisyah r.a., untuk segera pulang kembali ke
Yaman, dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi. Setelah itu, Uwais pun segera
berangkat pulang mengayunkan lengkahnya dengan perasaan amat sedih dan terharu.
Peperangan telah usai dan Nabi
pulang menuju Madinah. Sesampainya di rumah, Nabi menanyakan kepada Siti Aisyah
r.a., tentang orang yang mencarinya.
Nabi mengatakan bahwa Uwais anak
yang taat kepada orang ibunya, adalah penghuni langit. Mendengar perkataan
Nabi, Siti Aisyah r.a. dan para sahabat tertegun. Menurut keterangan Siti
Aisyah r.a. memang benar ada yang mencari Nabi dan segera pulang ke Yaman,
karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan
ibunya terlalu lama. Nabi Muhammad melanjutkan keterangannya tentang Uwais Al
Qarni, penghuni langit itu, kepada sahabatnya, “Kalau kalian ingin berjumpa
dengan dia, perhatikanlah ia mempunyai tanda putih di tengah telapak
tangannya.”
Sesudah itu Nabi memandang kepada
Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Khaththab seraya berkata, “Suatu ketika apabila
kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni
langit, bukan orang bumi.”
Waktu terus berganti, dan Nabi
kemudian wafat. Kekhalifahan Abu Bakar pun telah digantikan pula oleh Umar bin
Khaththab. suatu ketika Khalifah Umar teringat akan sabda Nabi tentang Uwais Al
Qarni, penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kembali sabda Nabi itu
kepada sahabat Ali bin Abi Thalib. Sejak saat itu setiap ada kafilah yang
datang dari Yaman, Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib selalu menanyakan
tentang Uwais Al Qarni, si fakir yang tak punya apa-apa itu. yang kerjanya
hanya menggembalakan domba dan unta setiap hari? Mengapa Khalifah Umar dan
sahabat Nabi, Ali bin Abi Thalib selalu menanyakan dia?
Rombongan kafilah dari Yaman
menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka. Suatu ketika, Uwais
Al Qarni turut bersama mereka. Rombongan kafilah itu pun tiba di kota Madinah.
Melihat ada rombongan kafilah yang baru datang dari Yaman, segera Khalifah Umar
dan Ali bin Abi Thalib mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais Al Qarni
turut bersama mereka. Rombongan kafilah itu mengatakan bahwa Uwais ada bersama
mereka, dia sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar
jawaban itu, Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib segera pergi menjumpai Uwais
Al Qarni.
Sesampainya di kemah tempat Uwais
berada, Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib memberi salam. Tapi rupanya Uwais
sedang salat.
Setelah mengakhiri salatnya
dengan salam, Uwais menjawab salam Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib sambil
mendekati kedua sahabat Nabi tersebut dan mengulurkan tangannya untuk
bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah dengan segera membalikan telapak
tangan Uwais, seperti yang pernah dikatakan Nabi. Memang benar! Tampaklah tanda
putih di telapak tangan Uwais Al Qarni.
Wajah Uwais nampak bercahaya.
Benarlah seperti sabda Nabi. Bahwa ia adalah penghuni langit. Khalifah Umar dan
Ali bin Abi Thalib menanyakan namanya, dan dijawab, “Abdullah”. Mendengar
jawaban Uwais, mereka tertawa dan mengatakan, “Kami juga Abdullah, yakni hamba
Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya?” Uwais kemudian berkata, “Nama
saya Uwais Al Qarni”.
Dalam pembicaraan mereka,
diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru
dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. akhirnya Khalifah Umar
dan Ali bin Abi Thalib memohon agar Uwais membacakan doa dan Istighfar untuk
mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada Khalifah, “Saya lah yang harus
meminta do’a pada kalian”.
Mendengar perkataan Uwais,
“Khalifah berkata, “Kami datang kesini untuk mohon doa dan istighfar dari
Anda”. Seperti dikatakan Rasulullah sebelum wafatnya. Karena desakan kedua
sahabat ini, Uwais Al Qarni akhirnya mengangkat tangan, berdoa dan membacakan
istighfar. Setelah itu Khalifah Umar berjanji untuk menyumbangkan uang negara
dari Baitul Mal kepada Uwais untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menampik
dengan berkata, “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk
hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi.”
4. kesimpulan
Uwais al-Qarni sosok pribadi yang sangat
sederhana. Hidupnya tidak bergelimang engan harta. Ujian hidup yang dialami
diterima dengan ikhlas dengan tetap tidak meninggalkan usaha dan kerja keras
untuk keluar dari ujian itu. Termasuk ketika diuji penyakit kusta oleh Allah
swt.